MENGANALISA PERKEMBANGAN BERAGAMA DAN INTEGRITAS DIASIA
MYANMAR
Burma (juga dikenal
sebagai Myanmar) adalah dominan dari tradisi Theravada, dipraktikkan oleh 89%
dari populasi negara ini adalah negara Buddhis yang paling religius dalam hal
proporsi biarawan dalam populasi dan proporsi pendapatan yang dihabiskan untuk
agama.
melihat
perkembangannya yang ada kini, dan juga jaman yang bergerak cepat, rupanya
persoalan Burma atau Myanmar kini, hubungan antara agama dan negara, Sewaktu U
Nu berkuasa, U Nu berupaya menghidupkan kembali Buddhisme seperti semasa
kerajaan yang jaya dulu, namun U Nu tidak dapat bertahan lama dan Burma pun
terbelenggu masuk dalam genggaman dictator militer yang kaku dan membosankan.
Kini ditengah
tantangan kehidupan bangsanya yang berada dibawah kendali junta militer,
Ada satu lagi
Persoalan Negara tersebut yaitu Konflik etnis
Rohingya yang berakar pada sejarah panjang. Islam di Myamnar sudah berusia
seribu tahun. Muslim di Myanmar sesungguhnya bukan hanya etnis Rohingya saja.
para etnis Rohingya
yang telah membudaya Sejak Myanmar masih berupa kerajaan, ketegangan memang sudah terasakan. Di kemudian
hari, perbedaan fisik, bahasa, budaya lalu agama dijadikan dasar untuk mengecap
Rohingya yang sudah ratusan tahun berada di Arakan itu sebagai pendatang
ilegal.
Pemerintah
Myanmar adalah biang kerok atas derita orang-orang Rohingnya di Myanmar.
Orang-orang Rohingya itu dianggap saingan tambahan oleh pihak penguasa dalam
kehidupan sosial politik di sana. Orang-orang Rohingnya dianggap bukan
pendukung pemerintah yang berkuasa. Pemerintah pun juga mendukung fundamentalis
Budha, untuk menjaga kepentingannya atas kekayaan yang
ditinggali orang-orang Rohingya itu.
Junta militer Myanmar
dianggap secara sengaja memelihara kebencian massa terhadap Rohingya untuk
mengalihkan sorotan publik kepada mereka.
Menciptakan sosok
musuh bersama adalah siasat lama untuk membangun persatuan dan kesatuan.
Diharapkan, jika kebencian terhadap Rohingya bisa digerakkan dengan massif,
maka rakyat Myanmar tidak akan terlalu peduli pada desakan demokratisasi yang
datang baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
Secara umum orang berpendapat, krisis Rohingya di Myanmar
adalah masalah agama. Tetapi analis Siegfried O. Wolf berpendapat, krisis ini
lebih bersifat politis dan ekonomis.
Siegfried O. Wolf: Warga Rohingnya adalah komunitas yang
mayoritasnya Muslim, dan tinggal di negara bagian Rakhine. Jumlah mereka
sekitar sejuta, tapi mereka bukan kelompok masyarakat terbesar di Rakhine.
Sebagian besar warga Rakhine beragama Buddha. Komunitas warga Rakhine merasa
didiskriminasi secara budaya, juga tereksploitasi secara ekonomi dan
disingkirkan secara politis oleh pemerintah pusat, yang didominasi etnis Burma.
Dalam konteks spesial ini, Rohingya dianggap warga Rakhine sebagai saingan
tambahan dan ancaman bagi identitas mereka sendiri. Inilah peyebab utama
ketegangan di negara bagian itu, dan telah mengakibatkan sejumlah konflik senjata
antar kedua kelompok.
FILIPINA
Filipina adalah satu-satunya negara di
Asia dengan jumlah penduduk mayoritas Kristen. Lebih dari 80 persen warga
Filipina beragama Katolik Roma. Sekitar 9 persen adalah pemeluk Protestan. Ada
juga minoritas Muslim kecil. Sejumlah gereja Kristen lokal telah terbentuk,
termasuk Gereja Independen Filipina (Aglipayan), didirikan pada tahun 1902, dan
Gereja Kristus (Iglesia ni Cristo), yang didirikan pada tahun 1914. Filipina merupakan negara di kawasan
Asia tenggara yang pada zaman dahulu kala memiliki populasi Muslim sangat
besar, yakni mencapai angka 98%. Filipina saat ini masuk dalam wilayah
Kesultanan Brunei yang mayoritas penduduknya beragama Islam.
Namun kondisi itu berubah drastis
ketika kehadiran penjajah Spanyol pada tahun 1565, secara perlahan umat Islam
mengalami penindasan dan secara terus menerus jumlah muslim terus mengalami
penurunan yang signifikan. Segala hal yang berkaitan dengan Islam dihilangkan secara
sistematis oleh penjajah Spanyol
Ibukota Filipina yang saat ini bernama
Manila merupakan hasil skenario jahat penjajah Spanyol. Dahulu nama kota ini
adalaha Amanilah yang diambil dari bahasa Arab “Fi Amannillah” yang memiliki
arti “dibawah perlindungan Allah SWT”.
Saat itu kaum muslim Filipina bertekad
menjadikan kota Amanillah (Manila) menjadi kota Islam terbesar se Asia
Tenggara. Mereka pun sudah menerapkan Syariat Islam selama berabad-abad di
bawah pengaruh Negara Khilafah Islam di Timur Tengah. Pekerjaan kaum muslim
Filipina saat itu kebanyakan adalah pedagang, petani, dan nelayan.
Orang Filipina yang
tinggal di pulau-pulau paling selatan telah memeluk Islam beberapa abad sebelum
kedatangan orang-orang Spanyol.
Muslim Filipina,
kadang-kadang disebut Moro oleh orang Kristen, membentuk sekitar 5 persen dari
populasi. Sebagian besar tinggal di Mindanao selatan dan Kepulauan Sulu.
Kebebasan beragama dan pemisahan gereja dengan negara dijamin untuk semua orang
oleh konstitusi Filipina
Integrasi
seorang pensiunan
tentara Amerika Serikat, Thomas McKenna, mengatakan bahwa semakin kuatnya
cengkeraman penduduk Kristen atas sendi-sendi perekonomian membuat Muslim
Filipina kian tersisih.
Melihat gelagat tak
baik dari hal ini, pemerintah akhirnya menginisiasi program integrasi. Pada
didirikanlah Komisi Integrasi Nasional (CNI).
Pemerintah Filipina
lantas membuat program beasiswa edukasi bagi umat Muslim Filipina yang terbagi
menjadi dua jenis. Proyek pertama adalah pengiriman Muslim Filipina dari
selatan ke pusat kota demi mendapatkan pelajaran agar dapat berintegrasi dengan
kehidupan nasional.Selain itu, CNI juga menyediakan program beasiswa pendidikan
Islam untuk memperkuat iman para Muslim Filipina. CNI bahkan dapat menerbangkan
mereka ke Timur Tengah agar dapat memperdalam kajian agamanya.
CHINA
Perkembangan agama
asing merambah di masyarakat Cina, pada Abad ke 13-14 ketika wilayah Cina
dikuasai oleh bangsa Mongol, datang aliran agama katolik yaitu Nestorianisme
yang dibawa oleh para pedagang Eropa ke wilayah Cina untuk disebarluaskan.
Agama-agama Asing pun kian berkembang ketika pada Zaman Dinasti Ming (Chin),
Orang-Orang Eropa banyak berdatangan ke negara Cina untuk menjalin perdagangan
serta menyebarkan agama Katolik dan Protestan. Penyebarluasan agama tersebut
ditempuh lewat cara menyelenggarakan lembaga pendidikan bagi Bangsa Eropa yang
tinggal di Cina serta orang-orang pribumi yang tertarik pada agama Protestan
ataupun Katolik.
Kondisi kehidupan
agama berubah secara drastis ketika Cina sudah dikuasai sepenuhnya oleh
Komunis, sejak tahun 1949, agama juga dijadikan subjek untuk mempropagandakan
partai, oleh karena itu agama terutama kristen mulai dikekang dan gereja-gereja
di Cina tidak boleh berhubungan dengan gereja-gereja di luar RRC. Hal tersebut
bertujuan untuk membebaskan gereja Cina dari “imperialisme kebudayaan” dan
pengaruh asing.
INTEGRASI
Integrasi di Negara
China adalah integrasi kepada kelompok minoritas,yaitu melaui mobilitas sosial
serta melaui state building dalam kasus integrasi di china,Hal ini dapat
terlihat jelas dari berbagai upaya pemerintah China dari masa kekaisaran hingga
republik, dalam kesatuan negara melalui penyatuan etnis. sebagai salah satu contoh
: migrasi mayoritas etnis Han ke Xinjing yang di
huni oleh masyarkata muslim yang menjadi minoritas di china
BRUNEI DARUSSALAM
Agama
Islam mendominasi kehidupan di Brunei, konservatif namun tidak radikal. Gerakan
islamisasi melalui pancingan yang berhubungan dengan uang dan karier, demikian
pula tekanan-tekanan untuk berpindah ke agama Islam dan menyesuaikan diri
dengan agama tersebut, secara perlahan tapi pasti membuahkan hasil, yakni
berpindahnya kelompok minoritas China dan suku-suku pribumi ke dalam agama
Islam. Meskipun konstitusi menjamin kebebasan beragama, tindakan penyebaran
agama non-Islam dan perpindahan seorang Muslim ke agama lain dianggap ilegal.
Kegiatan agama lain sering kali didatangi oleh agen pemerintah dengan tujuan
pengawasan. Berdoalah supaya ada kebebasan beragama dan keterbukaan rohani di negara
ini, dan supaya konstitusi yang menjamin kebebasan beribadah agama lain dapat
benar-benar diterapkan.
Integrasi
Brunei darussalam
merupakan satu contoh, Boleh dibilang integrasi agama dalam kehidupan dan
negara berbentuk Monarki itu hampir tidak menimbulkan konflik sama
sekali,Padahal masyarakat di negri jiran itu juga mengalami banyak perubahan
dalam administrasi pemerintahan dan kehidupan beragama
Komentar
Posting Komentar